Kamis, 28 September 2017

MENELADANI SIKAP FILANTROPI SAMANHUDI

Surakarta – Siswa SPB (Sekolah Penerus Bangsa) berkunjung ke Museum Samanhudi yang terletak di Jl. K.H. Samanhudi No. 75, Sondakan, Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah pada Jum’at (22-09-2017). Acara tersebut merupakan salah satu rangkaian acara SPB yang diselenggarakan oleh BEM UNS.

Mereka berangkat pukul 14.00 bersama-sama dengan titik kumpul di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sesampainya di tempat tujuan, siswa SPB mendapat materi mengenai sosok Samanhudi dari orang dalam di museum tersebut agar para siswa bisa mengenal siapa Samanhudi itu sendiri.

"Kyai Haji Samanhudi atau Samanhudi dikenal sebagai pencetus sekaligus pendiri Sarekat Dagang Islam yang didirikan pada 16 Oktober 1905. Organisasi massa yang awalnya merupakan wadah para pedagang batik Islam di Solo guna melawan masuknya pedagang asing yang menguasai ekonomi rakyat pada masa itu. Samanhudi lahir pada 1868 di Laweyan dan wafat pada 1956 di Klaten. Jasad beliau dikebumikan di Laweyan, tidak jauh dari rumah beliau yang merupakan hadiah yang diberikan oleh Bapak Soekarno.” Begitulah sekilas penjelasan mengenai sosok Samanhudi yang disampaikan oleh pemateri. 
 
Setelah mendapatkan materi, para siswa SPB diajak untuk berkeliling museum melihat banyak koleksi foto pribadi Samanhudi, dan di sudut ruangan terdapat lukisan Samanhudi yang dilukis oleh salah satu pelukis ternama menggunakan kedua telapak tangannya tanpa kuas.



Juga terdapat mannequin yang dipajang di dalam kaca yang mengibaratkan Samanhudi dengan berpakaian jas, sarung, peci serta ditambah dasi. Tujuan berpakaian seperti itu adalah Samanhudi ingin menunjukkan bahwa pribumi juga mempunyai hak untuk menyetarakan tingkatan dengan dua kasta diatasnya. 



Kunjungan ke museum tidak berhenti sampai disitu. Mereka juga diarahkan menuju masjid yang menjadi saksi bisu penyebaran islam di kota Solo. Di depan masjid terdapat anak sungai Bengawan Solo yang menjadi jalur perdagangan Samanhudi pada saat itu. Mereka juga ditunjukkan rumah yang merupakan hadiah Soekarno kepada Samanhudi yang sekarang ditinggali oleh para cicitnya. 

Rangkaian acara terakhir adalah berziarah ke makam Samanhudi di daerah Laweyan. Kondisi makam Beliau rapi, dan berdiri sebuah bangunan yang menyerupai teras supaya para peziarah merasa lebih nyaman saat berkunjung ke makam Beliau.
Terlihat para siswa SPB dengan khusyuk mendo'akan salah satu sosok yang sangat berjasa ini dalam memajukan perekonomian bangsa pada saat itu.

Diharapkan dengan adanya kunjungan tersebut, para siswa dapat meneladani perilaku positif dan semangat Beliau dalam memajukan bangsa. Dan diharapkan pula para siswa dapat mengerti apa yang harus dilakukan supaya perekonomian di Indonesia dapat maju dengan berlandaskan filantropi seperti apa yang diterapkan oleh Samanhudi.

Kamis, 21 September 2017

APA ARTI KATA ADIL BAGI RAKYAT KECIL?



Melihat senyum seorang Bapak diatas, yang mungkin merupakan senyum yang menunjukkan bahwa dirinya sudah merasa bahagia ketika kebutuhan pribadi dan kebutuhan keluarganya sudah tercukupi..

Istrinya minta ini, ia sanggup. Anaknya minta itu, ia turuti. Merasa menjadi laki-laki yang seutuhnya. Punya gelar, kehormatan, jabatan, harta, dan keluarga, hidup yang sangat diidam-idamkan oleh kebanyakan orang, bukan?

Tapi amatilah senyum Bapak di bawah ini.


Apakah senyum itu menunjukkan rasa puas? Apakah senyum itu menunjukkan rasa bahagia? Apakah senyum itu menunjukkan bahwa beliau merasa menjadi laki-laki seutuhnya?
Ada makna tersirat di balik senyum itu. Gambar itu diambil saat beliau sedang berbagi sedikit tentang kisah hidupnya. 

Namanya Bapak Dodo, Tri Widodo lebih lengkapnya. Seorang korban PHK massal yang terjadi pada tahun 1998 silam, semenjak itu beliau menjadi penjual karak sampai sekarang.

Menerjang panasnya terik matahari setiap harinya, keliling kesana kemari dengan sepeda motor kesayangannya,yang terdapat keranjang di sisi kanan dan kirinya, tentu untuk membawa karak jualannya, demi mendapatkan pundi-pundi rupiah supaya setidaknya anak dan istrinya bisa makan..

Bagaimana dengan gelar, jabatan, ataupun kehormatan bagi Bapak Dodo?

Jelas beliau sudah tidak memperdulikannya.

Sungguh berbeda bukan dengan kisah Bapak yang sebelumnya.

Inilah ketimpangan yang terjadi secara nyata di negeri kita tercinta ini. INDONESIA.

Yang katanya negara yang berlandaskan pada pancasila.

Dimana jelas-jelas disebutkan dalam sila ke-5 “KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA”

Lantas, dimana rasa adil bagi Bapak Dodo? Bukankah beliau juga warga negara Indonesia?

Pejabat di negeri ini? Banyak. Sarjana di negeri ini? Banyak. Profesor di negeri ini? Apalagi, sangat banyak. Bagaimana dengan Insinyur? Jangan ditanya berapa jumlahnya, pasti banyak. Dokter? Sudah tidak terhitung. Lalu kalau pilot? Ya anda tahu sendiri jawabannya.

Lalu kemana mereka semua? Seakan mereka sibuk untuk meninggikan jabatan, karir, dan kekuasaannya. Jangankan membantu, mungkin melihat rakyat kecil pun tidak. Atau bahkan mereka tidak ingat bahwa masih banyak manusia yang tidak seberuntung mereka. Atau bahkan ada yang lupa, bahwa dulunya mereka pun bukan siapa-siapa?

Membuat saya benar-benar tersenyum akan hal itu. Tersenyum sadar bahwa saya sekarang menyandang predikat “mahasiswa”.

Bukan predikat sembarangan yang semua orang bisa mendapatkannya. 

Berdasarkan Tri Dharma Perguruan tinggi,
Seorang mahasiswa harusnya mampu memahami tugasnya, tidak hanya di lingkup akademik saja. Tapi mereka juga bertanggung jawab untuk mengabdi pada masyarakat.

Bantuan tidak hanya berupa materi ataupun uang.
Pupuklah mereka para rakyat kecil dengan ilmu-ilmu yang pernah kalian dapatkan. Agar kelak mereka bisa tumbuh subur dan menjadi manusia yang seutuhnya.

Teruntuk kalian para manusia yang disebut “mahasiswa”
Apa yang sudah kalian berikan semenjak kalian memasuki gerbang perkuliahan?
Apa kalian hanya mengincar IP tinggi tanpa memperhatikan lingkungan sekitar?
Apa kalian merasa bahwa kalian kuliah ya hanya untuk mendapat gelar lalu kerja?
Jelas bukan hanya itu, ada peran penting yang seharusnya bisa kalian serapi, dan bahkan bisa kalian lakukan. Yaitu pengabdian terhadap masyarakat.

Bagi para calon sarjana pertanian, sosialisasikanlah kepada para petani ilmu yang kalian dapatkan. Ciptakanlah inovasi baru agar para petani dapat mempermudah pekerjaannya. Dan munculkanlah semangat mereka agar mereka bersemangat untuk bersaing dengan produk luar, yang pada akhirnya mereka mampu membuat pemerintah tidak mengimpor produk luar lagi, dan semua rakyat Indonesia menggunakan produk lokal khas dari para petani Indonesia.

Bagi para calon guru/civitas akademik, ajarilah para anak-anak terutama yang tidak terdaftar namanya dalam bangku sekolah dengan keikhlasanmu ya walaupun bayarannya hanya senyum mereka dan rasa bangga atas keberhasilan mereka kelak. Didiklah mereka sehingga mereka mampu menyamai pendidikan anak umur sebaya nya. Sehingga mereka mempunyai semangat yang tinggi untuk meraih cita-citanya. Bukan hanya pasrah dengan keadaan dan menyamai nasib orang tuanya.

Bagi para calon Dokter, berikanlah pengobatan gratis kepada warga-warga di pelosok negeri. Mereka yang rumahnya bahkan harus menempuh waktu berjam-jam untuk ke puskesmas/rumah sakit. Mengabdilah kamu di sana. Maka kamu akan menemukan arti lebih luas dari kata dokter sesungguhnya, yang tidak hanya kerja di rumah sakit, namun di setiap penjuru negeri. 

Dan masih banyak lagi para calon sarjana dari berbagai fakultas untuk mengulurkan tangannya dan mengabdi pada masyarakat demi mengurangi rasa ketidak adilan terhadap rakyat kecil.

Jika boleh, aku ingin bermimpi. 

Bermimpi untuk membangun suatu rumah. Rumah pengabdian. Rumah untuk para mahasiswa yang sadar akan tanggung jawabnya diluar tanggung jawab pendidikan dan penelitian. Rumah yang akan mengurangi ketimpangan di negeri ini. Rumah yang akan mencetak generasi-generasi unggul dari para rakyat kecil. Rumah yang menjadi wadah  saling mengulurkan tangan bagi setiap anggotanya maupun para rakyat kecil. Rumah yang tidak mengharapkan imbalan apapun. Rumah yang ingin ku bikin suatu saat nanti bukan ajang ku untuk mencari keuntungan dan aku tidak akan menggunakannya sebagai sarana bisnisku, tapi rumah yang akan ku wujudkan suatu saat nanti merupakan wujud konkritku sebagai pengabdian terhadap bangsa, membantu mengurasi rasa ketidak adilan bagi rakyat kecil dan perwujudan dalam penerapan pancasila, terutama sila yang kelima yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” serta  sebagai bentuk tanggung jawab mahasiswa kepada Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Melalui rumah itu, akan dikumpulkan para mahasiswa yang sukarela menjadi volunteer, dan akan menjadi wadah bagi para donatur yang ingin menyisihkan uangnya untuk program membantu rakyat kecil ini. Lalu akan disusun rangkaian kegiatan sosial berupa sosialisasi beik dalam hal pendidikan maupun kewirausahaan ataupun sosialisasi mengenai keterampilan yang bisa mereka jadikan bekal.

Tentu untuk mewujudkan mimpiku ini sangat sangat tidak mudah. Tugas utamaku adalah aku harus bisa merangkul para mahasiswa agar mereka mau untuk berkontribusi dalam misi mengurangi rasa ketidak adilan terhadap rakyat kecil dan misi mewujudkan aksi nyata terhadap salah satu aspek dari Tri Dharma Perguruan Tinggi ini yaitu pengabdian ke masyarakat.

Berniatlah, berusahalah, berdo'alah, lalu lakukan..

MENELADANI SIKAP FILANTROPI SAMANHUDI

Surakarta – Siswa SPB (Sekolah Penerus Bangsa) berkunjung ke Museum Samanhudi yang terletak di Jl. K.H. Samanhudi No. 75, Sondakan, Laweyan...